Para tamu terhormat,
terkuasa, dan terbahagia, dalam sajian kami malam ini marilah elakkan duka
meski sejenak.
Pulangkan semua benci
kepada bentala di luar sana. Malam ini kamilah pelecutnya!
Sambut dan sebutlah
mereka monyet, tapir, belalang, dan nyamuk. Tetamu sekalian tidak perlu menaruh
curiga apalagi nafsu untuk menumpas. Mereka bukan pesakitan apalaig sekedar
gadis-gadis yang berlomba-lomba menjadi ratu di depan kaca.
Merekalah amanat!
Mereka juga penerima mandat!
Terimalah pemandangan
ini meski hadirin harus bergidik pelan di dalam hati. Berikan jalan untuk para
pembaru! Segera tarikan gerakan-gerakan riang dalam seremoni penyambutan!
Kalau kami bilang
segera, itu artinya hadirin mesti lakukan di jalan-jalan sambil membawa
panji-panji negara yang masyur dan terkemuka.
Sebentar, aku
mendengar kata jembut disebut.
Suaranya cukup
kencang dari sebelah sana, kiranya hadirin berpikir ketika bicara! Kepada
pemimpin-pemimpin kita, jika dipanggil demikian, hendaklah terjadi demikian.
Tetapi jembut tak bisa bicara, apalagi bernyanyi dan turun ke desa.
Seperti para pemimpin
kita yang haruslah diberi jalan lapang demi cita-cita pembangunan!
Musim kering akan
disulap menjadi air dimana-mana. Oleh mereka saja!
Masa berkabung karena
kelaparan seketika hilang diganti padi yang melimpah ruah. Hanya karena mereka
saja!
Apalagi noktah-noktah
kecil seperti penyakit menular, pembunuhan antarkeluarga, ataupun perkelaminan
di tengah jalan. Mereka saja yang bawa suluhnya!
Lihat. Mereka
memakaikan sepatu di atas kepala-kepalanya.
(Dalam perjalanan Yogyakarta-Ubud, 1 Oktober 2014 yang telah lewat)
No comments:
Post a Comment