August 15, 2013

Lombok dalam Kali Pertama

Sangat pantas jika menyebut Lombok sebagai wajah eksotisme Indonesia yang sebenarnya. Kesurgawian Lombok dapat dideskripsikan melalui panorama pegunungan yang menyejukkan, puluhan pantai ekselen yang menawarkan diferensiasi sensasi satu sama lain, citarasa kuliner yang akan selalu terhidang dalam kenangan, serta berbagai fenomena sosial yang mewarnai perjalanan saya selama empat hari disana.
            Ketika saya terduduk di pesisir pantai Gili Trawangan, saya menemukan lokasi perenungan yang tidak kalah menelangsa dibandingkan dengan Bukit Plawangan dan Gunung Nglanggran di Yogyakarta. Nuansa kosmopolitan Lombok yang disesaki oleh turis mancanegara mengingatkan saya pada suasana pedestrian di Jalan Dewi Sita di Ubud yang membuat saya merasa seperti berjalan kaki di negeri orang saja. Belum lagi keramahan penduduk asli Lombok yang berasal dari suku Sasak yang juga tidak akan terlupa. Saya amat menantikan kesempatan kedua mengunjungi Lombok. Saya masih berutang pada tendensi pribadi, untuk menyelam disana. 



Rumah Adat Suku Sasak di Desa Sade. Masyarakat asli di Desa Sade memiliki kebiasaan unik yakni memakai kotoran kerbau untuk mengeraskan bangunan rumah sebagai pengganti semen. Tentunya dengan banyak pertimbangan. 

Sebuah cidomo (alat transportasi tradisional khas Lombok) "parkir" di kawasan Senggigi. Meski sudah larut malam, Senggigi tetap ramai, sekian.

Panorama Selat Lombok dari Bukit Malimbu. Tanah di kawasan Bukit Malimbu, berdasarkan penjelasan driver saya, sudah banyak dicaplok oleh Warga Negara Asing meskipun secara de jure kepemilikan dalam sertifikat berada di tangan Warga Negara Indonesia.

Panorama Selat Lombok dari Bukit Malimbu. Tanah di kawasan Bukit Malimbu, berdasarkan penjelasan driver saya, sudah banyak dicaplok oleh Warga Negara Asing meskipun secara de jure kepemilikan dalam sertifikat berada di tangan Warga Negara Indonesia.

Sebuah cidomo beroperasi menuju Dermaga Bangsal, akses perahu publik menuju kawasan 3 Gili. 

Awak perahu Glass Bottom Boat yang menemani saya dalam eksplorasi keliling 3 Gili. Pesona 3 Gili selalu menjadi daya tarik utama pariwisata Lombok berkat keindahan pantai dan bawah lautnya.

Konservasi Kura-Kura di Gili Trawangan yang juga cukup mengundang perhatian wisatawan yang datang ke Gili Trawangan.

Tidak cukup sehari untuk menghitung jumlah wisatawan mancanegara yang memadati Gili Trawangan. Secara kasat mata berdasarkan penghitungan saya secara kasar, setiap jarak dua meter setidaknya terdapat lima orang wisatawan mancanegara, jumlah yang membuat saya sempat merasa seperti terinvasi di nusantara saya sendiri.

Begitu bernafsu dedaunan yang lanjut usia itu, bahkan matinya terlepas dari inginnya, dalam penghambaannya kepada matahari. (Gili Trawangan)

Sepasang wisatawan mancanegara menikmati keindahan panorama sunset di pesisir Gili Trawangan, sementara di bagian pesisir lainnya, Gili Trawangan sudah siap larut dalam hiruk-pikuk kehidupan malam.

Perahu penyeberangan pertama dari Gili Trawangan menuju Dermaga Bangsal sudah beroperasi sejak pukul 07.00 WITA, sementara mentari masih bersiap dalam peraduannya, untuk seharian memberikan pancaran sinar bagi wisatawan mancanegara yang gemar menghitamkan kulit.

Air Terjun Sendang Gile (wisatawan mancanegara menyebutnya Sendang Gile Waterfall, pemandu wisata juga menyebutnya Sendang Gile Waterfall). 


Seorang lelaki paruhbaya sedang menikmati minumannya, sedangkan lelaki tanggung sedang menggaruk punggungnya di Air terjun Sendang Gile.


Dilihat dari bentuk hidungnya, sekelompok wisatawan mancanegara ini berasal dari keluarga yang sama. Mereka kemungkinan berasal dari Perancis, dilihat dari bentuk hidungnya. (Jembatan menuju Air Terjun Tiu Kelep)

Sungai ini mengalir deras, banyak anak kecil menjadi takut karena licin. Tetapi banyak juga anak kecil yang gembira karena senang main air. Wisatawan harus melalui sungai ini sebelum mencapai Air Terjun Tiu Kelep, sekitar 15 menit berjalan kaki dari Air Terjun Sendang Gile.


Air Terjun Tiu Kelep dari jarak beberapa-beberapa meter.


Masjid Kuno Bayan Beleq, saksi keberadaan agama Islam pertama-tama di Pulau Lombok. Masjid ini merupakan masjid pertama yang didirikan di Lombok, menyusul kemudian ribuan masjid didirikan sehingga Lombok juga dikenal sebagai Pulau 1000 Masjid.

Perempuan di Desa Sukarara wajib memiliki keahlian menenun sebagai syarat dapat melakukan perkawinan. Perempuan dimana lagi di belahan dunia mana yang juga harus pandai menenun sebelum dapat melakukan perkawinan? Ini sebuah pertanyaan. 

Pantai Selong Belanak dipenuhi oleh wisatawan domestik. Seorang remaja berbaju kuning terlihat terpukul dengan musibah yang baru saja dialaminya.

Dilihat dari cara mereka berjalan, kedua wisatawan mancanegara ini dapat dikira-kira berasal dari Belgia, tempat dimana Marouane Fellaini dan Radja Nainggolan dilahirkan. (Pantai Selong Belanak)

Dari cara mereka tertawa, saya dapat mengira-ngira bahwa ketiga anak kecil tersebut bernama (dari kiri ke kanan) Yati, Agus, dan Boris. (Pantai Selong Belanak)

Kurt Cobain sedang bersiap-siap surfing di Pantai Selong Belanak.

Kebersihan sebagian dari iman. Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Pemeo kuno. (Pantai Selong Belanak)

Dalam perjalanan dari Pantai Selong Belanak menuju Pantai Mawun, saya menjadi saksi bagaimana semesta berdifusi dengan takdir untuk menciptakan sebuah lukisan syahdu seperti ini.

Pantai Mawun yang bukan di Yaman.

Pertambangan Emas Rakyat di Desa Selong Belanak, dalam perjalanan dari Pantai Selong Belanak menuju Pantai Mawun. Masyarakat setempat menggantungkan hidup pada emas, seiring dengan lahan kering yang sulit dijadikan lahan pertanian. 

Pantai Kuta yang bukan di Bali.

Pasir di Pantai Kuta seperti diimpor dari Pabrik Biji Merica di Negeri Merica. 

wisatawan mancanegara tua memilih untuk tidak bersunbathing di Pantai Kuta, mungkin karena usianya yang lanjut sehingga kulitnya mudah kering.

No comments:

Post a Comment