Sangat pantas jika menyebut Lombok
sebagai wajah eksotisme Indonesia yang sebenarnya. Kesurgawian Lombok dapat
dideskripsikan melalui panorama pegunungan yang menyejukkan, puluhan pantai
ekselen yang menawarkan diferensiasi sensasi satu sama lain, citarasa kuliner
yang akan selalu terhidang dalam kenangan, serta berbagai fenomena sosial yang
mewarnai perjalanan saya selama empat hari disana.
Ketika saya terduduk di pesisir
pantai Gili Trawangan, saya menemukan lokasi perenungan yang tidak kalah
menelangsa dibandingkan dengan Bukit Plawangan dan Gunung Nglanggran di
Yogyakarta. Nuansa kosmopolitan Lombok yang disesaki oleh turis mancanegara
mengingatkan saya pada suasana pedestrian di Jalan Dewi Sita di Ubud yang
membuat saya merasa seperti berjalan kaki di negeri orang saja. Belum lagi
keramahan penduduk asli Lombok yang berasal dari suku Sasak yang juga tidak
akan terlupa. Saya amat menantikan kesempatan kedua mengunjungi Lombok. Saya
masih berutang pada tendensi pribadi, untuk menyelam disana.
Rumah Adat Suku Sasak di Desa Sade.
Masyarakat asli di Desa Sade memiliki kebiasaan unik yakni memakai kotoran
kerbau untuk mengeraskan bangunan rumah sebagai pengganti semen. Tentunya
dengan banyak pertimbangan.
Sebuah cidomo (alat transportasi tradisional
khas Lombok) "parkir" di kawasan Senggigi. Meski sudah larut malam,
Senggigi tetap ramai, sekian.
Panorama Selat Lombok dari Bukit
Malimbu. Tanah di kawasan Bukit Malimbu, berdasarkan penjelasan driver saya,
sudah banyak dicaplok oleh Warga Negara Asing meskipun secara de jure kepemilikan dalam sertifikat
berada di tangan Warga Negara Indonesia.
Panorama Selat Lombok dari Bukit Malimbu. Tanah
di kawasan Bukit Malimbu, berdasarkan penjelasan driver saya, sudah banyak dicaplok
oleh Warga Negara Asing meskipun secara de
jure kepemilikan dalam sertifikat berada di tangan Warga Negara Indonesia.
Sebuah cidomo beroperasi menuju Dermaga Bangsal,
akses perahu publik menuju kawasan 3 Gili.
Awak perahu Glass Bottom Boat yang menemani saya dalam eksplorasi keliling 3
Gili. Pesona 3 Gili selalu menjadi daya tarik utama pariwisata Lombok berkat
keindahan pantai dan bawah lautnya.
Konservasi Kura-Kura di Gili
Trawangan yang juga cukup mengundang perhatian wisatawan yang datang ke Gili
Trawangan.
Tidak cukup sehari untuk menghitung
jumlah wisatawan mancanegara yang memadati Gili Trawangan. Secara kasat mata
berdasarkan penghitungan saya secara kasar, setiap jarak dua meter setidaknya
terdapat lima orang wisatawan mancanegara, jumlah yang membuat saya sempat
merasa seperti terinvasi di nusantara saya sendiri.
Begitu bernafsu dedaunan yang lanjut usia itu, bahkan matinya terlepas dari inginnya, dalam penghambaannya kepada matahari. (Gili Trawangan)
Sepasang wisatawan mancanegara menikmati
keindahan panorama sunset di pesisir
Gili Trawangan, sementara di bagian pesisir lainnya, Gili Trawangan sudah siap
larut dalam hiruk-pikuk kehidupan malam.
Perahu penyeberangan pertama dari
Gili Trawangan menuju Dermaga Bangsal sudah beroperasi sejak pukul 07.00 WITA,
sementara mentari masih bersiap dalam peraduannya, untuk seharian memberikan
pancaran sinar bagi wisatawan mancanegara yang gemar menghitamkan kulit.
Air Terjun Sendang Gile (wisatawan
mancanegara menyebutnya Sendang Gile Waterfall, pemandu wisata juga menyebutnya
Sendang Gile Waterfall).
Seorang lelaki paruhbaya sedang
menikmati minumannya, sedangkan lelaki tanggung sedang menggaruk punggungnya di
Air terjun Sendang Gile.
Dilihat dari bentuk hidungnya,
sekelompok wisatawan mancanegara ini berasal dari keluarga yang sama. Mereka kemungkinan
berasal dari Perancis, dilihat dari bentuk hidungnya. (Jembatan menuju Air
Terjun Tiu Kelep)
Sungai ini mengalir deras, banyak
anak kecil menjadi takut karena licin. Tetapi banyak juga anak kecil yang
gembira karena senang main air. Wisatawan harus melalui sungai ini sebelum
mencapai Air Terjun Tiu Kelep, sekitar 15 menit berjalan kaki dari Air Terjun
Sendang Gile.
Air Terjun Tiu Kelep dari jarak beberapa-beberapa meter.
Masjid Kuno Bayan Beleq, saksi
keberadaan agama Islam pertama-tama di Pulau Lombok. Masjid ini merupakan
masjid pertama yang didirikan di Lombok, menyusul kemudian ribuan masjid
didirikan sehingga Lombok juga dikenal sebagai Pulau 1000 Masjid.
Perempuan di Desa Sukarara wajib memiliki keahlian menenun sebagai syarat dapat melakukan perkawinan. Perempuan dimana lagi di belahan dunia mana yang juga harus pandai menenun sebelum dapat melakukan perkawinan? Ini sebuah pertanyaan.
Pantai Selong Belanak dipenuhi oleh
wisatawan domestik. Seorang remaja berbaju kuning terlihat terpukul dengan
musibah yang baru saja dialaminya.
Dilihat dari cara mereka berjalan,
kedua wisatawan mancanegara ini dapat dikira-kira berasal dari Belgia, tempat
dimana Marouane Fellaini dan Radja Nainggolan dilahirkan. (Pantai Selong
Belanak)
Dari cara mereka tertawa, saya
dapat mengira-ngira bahwa ketiga anak kecil tersebut bernama (dari kiri ke
kanan) Yati, Agus, dan Boris. (Pantai Selong Belanak)
Kurt Cobain sedang bersiap-siap
surfing di Pantai Selong Belanak.
Kebersihan sebagian dari iman. Di
dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Pemeo kuno. (Pantai Selong
Belanak)
Dalam perjalanan dari Pantai Selong
Belanak menuju Pantai Mawun, saya menjadi saksi bagaimana semesta berdifusi
dengan takdir untuk menciptakan sebuah lukisan syahdu seperti ini.
Pantai Mawun yang bukan di Yaman.
Pertambangan Emas Rakyat di Desa Selong Belanak, dalam perjalanan dari Pantai Selong Belanak menuju Pantai Mawun. Masyarakat setempat menggantungkan hidup pada emas, seiring dengan lahan kering yang sulit dijadikan lahan pertanian.
Pantai Kuta yang bukan di Bali.
Pasir di Pantai Kuta seperti
diimpor dari Pabrik Biji Merica di Negeri Merica.
wisatawan mancanegara tua memilih
untuk tidak bersunbathing di Pantai
Kuta, mungkin karena usianya yang lanjut sehingga kulitnya mudah kering.
No comments:
Post a Comment